Kamis, 15 September 2016

Sinetron Kita Sudah Keterlaluan. Sarana Pendidikan Dijadikan Ajang Percintaan

PERAWANGPOS  -- Sinetron Indonesia saat ini sudah keterlaluan, tidak mencerminkan budaya bangsa dan tidak mendidik. Hal itu terlihat dari genre sinetron yang tayang pada primetime, pukul 18.00 Wib ke atas, yang merupakan waktu efektif bagi penonton untuk menyaksikan program TV.

Genre didominasi oleh drama percintaan remaja, bahkan ada yang mengarah pada percintaan anak-anak. Anak usia pelajar, sudah mulai dijadikan plot utama dari cerita percintaan. “Informasi yang tidak tepat tentang cinta, apalagi untuk anak-anak, akan berpotensi negatif bagi perkembangan anak.

Di sinetron kita, sering menggunakan sekolah sebagai plot percintaan remaja dan anak-anak. Ironisnya, sekolah yang notabene menjadi tempat membangun karakter dan meraih prestasi akademik, dalam sinetron diubah menjadi ruang ekspresi cinta remaja dan anak-anak,” ungkap Muhammad Shofi F. I, Kabid Pengembangan SDM Kalam Institute di Kendal, Rabu (14/09/16).

Dalam sinetron, sering diperlihatkan alur cerita yang ditonjolkan di sekolah bukan tentang meraih prestasi akademik, belajar giat dan taat kepada guru, melainkan seputar cinta, hubungan antar siswa, dan masalah yang terjadi di dalamnya. Ini menunjukkan adanya upaya menggeserkan nilai pendidikan luhur, nasionalisme, budaya ketimuran menjadi budaya lain yang bebas. Seperti pacaran (misalnya, pegang tangan, pelukan), perkelahian, bullying dan tindakan melanggar hukum (misalnya, balap liar, berkendara motor padahal masih pelajar SMP).

“Meskipun dalam sinetron, masih ada peran protagonis (baik), namun porsi yang ditampilkan cenderung lebih banyak antagonis (jahat). Lebih ironis lagi, tontonan semacam ini masih saja diminati, bahkan ratingnya tinggi,” imbuhnya.

Dari segi bisnis, produser pasti mengacu pada rating yang tinggi sedangkan dari segi budaya, sering tidak diutamakan. “Kita kekurangan tontonan yang menarik sekaligus mengangkat nilai-nilai budaya, penonton selalu disuguhi tayangan monoton dan mengadopsi budaya dari bangsa lain. Akhirnya, masyarakat menerima dan beradaptasi dengan tayangan itu,” paparnya.

Sumber : Kendal


EmoticonEmoticon